A air mengalir dari pegunungan ke daerah dataran rendah 53. Penduduk di daerah Pantai akan membutuhkan sayuran dari pegunungan, sedangkan penduduk yang berada daerah pegunungan akan membutuhkan ikan dari laut. Yang bukan termasuk pengaruh interaksi keruangan antarnegara dan antarbenua adalah . A. Politik B. Pendidikan C. Agama D
Ya termasuk pasar karena namanya adalah pasar tempat untuk menjual dan membeli jadi pasar sayuran yang ada di atas gunung bisa disebut pasar karena ada aktivitas menjual dan membeli sayuran
Islamabad Sebanyak 31 orang tewas dan 50 lainnya luka-luka ketika sebuah bom yang disembunyikan di sekotak sayuran meledak di pasar Pakistan.Saat kejadian, kondisi pasar tengah ramai dipenuhi warga. Lokasi penyerangan itu adalah sebuah pasar murah di Kalaya, sebuah kota di daerah suku yang didominasi Syiah di distrik Orakzai.
- Berbelanja sayur biasanya dilakukan di pasar tradisional dengan pemandangan yang cukup padat. Pergi ke pasar pun jarang menjadi opsi untuk rekreasi. Siapa sangka, saat Anda berkunjung ke Wonosobo, berbelanja sayuran bisa terasa sangat menyenangkan. Hal ini seperti yang tampak dalam unggahan akun Twitter pendakilawas. Pada video singkat berdurasi 13 detik itu tampak pasar tradisional dengan latar pemandangan Pegunungan Dieng. Para pedagang sayur berjajar di pinggir jalan dan Pegunungan Dieng tampak gagah di sana. Suasana pun terlihat sangat syahdu dengan pemandangan yang indah. "Cuman di Wonosobo belanja ke pasar sekaligus healing, pemandangannya nyeees tenan," tulis pengunggah video ini. Baca Juga Pintu Langit Sky View, Spot Terbaik Menikmati Keindahan Negeri di Atas Awan Rupanya, pasar dengan pemandangan menakjubkan itu adalah Pasar Kejajar. Pasar tradisional ini berlokasi di Serang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pasar ini memang terletak di jalur menuju Pegunungan Dieng sehingga tak heran kemegahannya terasa begitu dekat. Pasar ini buka sejak pukul 4 subuh hingga 3 sore. Hawa dingin juga membuat belanja ke pasar ini terasa menyenangkan. Tak heran banyak orang yang bisa belanja ke pasar sekaligus healing di sini. Video ini lantas menarik banyak perhatian warganet. Beragam komentar memenuhi unggahan ini. "Ademnya kerasa sampai sini," komentar seorang warganet. Baca Juga Meski Merebak Penyakit LSD, Penjualan di Pasar Hewan Tanjungsari Sumedang Meningkat hingga 30 Persen, Begini Kata Kepala UPTD Warganet lainnya ikut berkomentar. "Kalau pasarnya begini dijamin rajin nganter emak," ujar warganet ini. "Gegara KKN di Wonosobo jadi bawaannya kangen mulu sama Wonosobo sumpah," tulis warganet lainnya di kolom komentar. Sementara itu, hingga Kamis 25/8/2022, video ini sudah ditonton sebanyak lebih dari 50 ribu kali di Twitter.
Pasarterapung ini adalah salah satu sumber pendapatan utama penduduk Srinagar. Pasar terapung ini adalah salah satu sumber pendapatan utama penduduk Srinagar. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; Friday, 13 Jumadil Awwal 1443 / 17 December 2021 Daerah pegunungan menghasilkan makanan yang mengandung sayuran. Foto UnsplashDaerah pegunungan biasanya terkenal memiliki iklim yang dingin. Biasanya, di daerah tersebut terdapat berbagai macam perkebunan yang dikelola oleh orang hanya itu, setiap daerah juga biasanya menghasilkan makanan yang mencerminkan karakter masyarakatnya itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan, masyarakat di daerah pegunungan biasanya memiliki lahan yang tersebut biasanya dijadikan sebagai perkebunan untuk menanam berbagai macam tanaman. Mengutip buku Prakarya dan Kewirausahaan yang disusun oleh Fauziah Asri Latifah, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang berasal dari tersebut disebabkan karena suhu yang ada di pegunungan lebih dingin dibandingkan daerah lainnya, sehingga warga sekitar memanfaatkan makanan tersebut untuk menghangatkan badan. Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pegunungan dari Sabang hingga Marauke. Oleh karena itu, tidak heran apabila makanan yang mengandung serat, seperti sayuran dan buah-buahan sering di IndonesiaPegunungan yang ada di Indonesia. Foto UnsplashBerikut beberapa daerah pegunungan yang ada di IndonesiaPegunungan Bukit Barisan di Pulau SumateraPegunungan Kapur Utara di Jawa TengahPegunungan Tengger di Jawa TimurPegunungan Iyang di Jawa TimurPegunungan Verbek di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi SelatanPegunungan Jayawijaya di PapuaSebetulnya, masih banyak pegunungan di Indonesia di setiap daerahnya. Selain bisa menghasilkan banyak makanan, seperti sayuran dan buah-buahan, pegunungan juga bisa menjadi tempat untuk itu, penduduk di sekitar daerah pegunungan memanfaatkannya dengan membuka berbagai macam rumah makan yang menjual makanan khas daerah Makanan Khas Daerah PegununganMakanan di setiap daerah juga memiliki ciri khasnya tersendiri untuk membedakannya dengan yang lain. Terdapat beberapa ciri atau karakter dari makanan khas pegunungan, yakniLebih asam dari makanan daerah lainnyaDominan mengandung masakan yang terbuat dari ikanBanyak menggunakan santan agar cita rasanya bisa semakin gurihMakanan Khas Daerah PegununganSingkong jadi salah satu makanan khas daerah pegunungan. Foto UnsplashDapat disimpulkan, daerah pegunungan biasanya menghasilkan makanan yang sesuai dengan ciri-ciri daerah yang telah disebutkan di atas. Berikut penjelasan berada di pegunungan, singkong merupakan makanan yang mudah untuk ditemui. Tidak hanya itu, cara memasak singkong termasuk mudah dan tidak perlu memerlukan banyak bahan serta pegunungan biasanya menyediakan tempat untuk menyeduh berbagai macam minum baik panas maupun dingin. Namun, salah satu minuman khas yang biasanya digemari adalah wedang jahe. Selain karena cita rasanya yang begitu kental dengan lidah Indonesia. Wedang jahe juga bisa menghangatkan tubuh di iklim yang lebih tinggi daripada lengkap rasanya jika di pegunungan tidak ada jagung untuk dijadikan sebagai cemilan. Selain karena banyaknya perkebunan jagung di daerah pegunungan, jagung juga menjadi makanan yang tepat di kala iklim yang sedang dingin-dinginnya.
Umumnya perdagangan antardaerah atau antarpulau ini selain untuk memenuhi kebutuhan suatu daerah juga memiliki 2 tujuan utama lainnya, yaitu untuk memperoleh keuntungan dan memperluas jangkauan pasar agar konsumen meningkat. Disamping itu, perdagangan ini dapat berlangsung karena adanya beberapa faktor pendorong.
ArticlePDF AvailableAbstractUpaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 52 SURVEY DAN PENDOKUMENTASIAN SAYURAN LOKAL DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAN KOTA KEDIRI, JAWA TIMUR Kartika Yurlisa1, Moch. Dawam Maghfoer2, Nurul Aini3, Wiwin Sumiya D. Paramyta Nila Permanasari5 1,2,3,4,5Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Diterima 21 April 2017 Disetujui 29 Mei 2017 Publish 31 Mei 2017 Korespondensi Jalan Veteran, Malang 65145 email 1kartikayurlisa2 p-ISSN 2541-4208 e-ISSN 2548-1606 Abstrak. Upaya pendokumentasian sayuran lokal sangatlah penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan keragaman sayuran lokal yang terancam punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat. Paper ini mendiskusikan keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur. Daerah survey mencangkup 15 pasar tradisional yaitu Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Grosir Ngronggo dan Bandar. Responden yang diwawancarai pada saat survey adalah pedagang sayur yang menjual sayuran lokal. Total jumlah responden di 15 pasar tradisional adalah 40 orang. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif menggunakan software excel. Paper ini mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Sayuran lokal yang banyak diperjualbelikan adalah kenikir, kacang panjang, kangkung dan kemangi. Sedangkan sayuran yang dijumpai sedikit diperjualbelikan adalah kucai, selada air, nangka, dan terung pokak. Sayuran lokal khas daerah tersebut adalah sintrong dan sembukan. 61% sayuran lokal yang ditemui sudah dibudidayakan, 21% dibudidayakan tetapi masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% merupakan sayuran yang masih dipungut dari alam. Sayuran yang dipungut dari alam seperti pakis, sintrong, sembukan, bambu dan lamtoro mempunyai potensi untuk didomestikasi menjadi tanaman budidaya. Kata kunci Sayuran lokal, Kediri, Jawa Timur Abstract. The efforts to documentation local vegetables is very important because its diversity is threatened with extinction due to the changing of times, land conversion, and consumption pattern. This paper discussed about the diversity of local vegetables in District and City of Kediri, East Java. The methods of the research using exploratory surveys through structured interview techniques. The area survey covers of 15 traditional markets namely Gurah, Pare, Induk Pare, Pagu, Plemahan, Ngadiluwih, Grogol, Wates, Gempengrejo, Papar, Mojo, Pahing, Setono Betek, Induk Ngronggo and Bandar. The respondents interviewed during the survey were vegetable sellers selling local vegetables. The total number of respondents in 15 traditional markets is 40 people. The data obtained is analyzed descriptively using excell software. The paper documents 28 species of 16 plant families. Common traded local vegetables are kenikir, Jurnal Biodjati, 2 1 2017 53 kacang panjang, kangkung and kemangi. While the vegetables that are found less traded are kucai, selada air, nangka and terung pokak. The typical local vegetables of the area are sintrong and sembukan. The local vegetables approximately about 61% encountered have been cultivated, 21% cultivated but still collected from nature, the remaining 18% are vegetables that are still collected from nature. Vegetables picked from nature such as pakis, sintrong, sembukan, bambu and lamtoro have the potential to be domesticated into cultivated plants. Key words Local vegetables, Kediri, East Java Yurlisa, K., Maghfoer, M. D., Aini, N., Sumiya, W. D. Y., & Permanasari, P. N. 2017. Survey dan Pendokumentasian Sayuran Lokal di Pasar Tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur. Jurnal Biodjati, 2 1, 52-63. PENDAHULUAN Sayuran merupakan salah satu kebutuhan pangan manusia. Saat ini pertumbuhan jumlah penduduk sangat pesat sehingga diduga pada masa mendatang akan terdapat kesenjangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan pangan. Menurut teori Malthus, jumlah penduduk meningkat secara geometris deret ukur, sedangkan produksi pangan meningkat secara arismatik deret hitung Rosyetti, 2009. Terkait dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka diperlukan upaya peningkatan pemanfaatan terhadap keanekaragaman tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia Pugalenthi et al., 2005. Diantara keanekaragaman pangan yang terdapat di Indonesia, maka sayuran lokal merupakan sumber pangan yang berpotensi dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Keanekaragaman sayuran merupakan kekayaan biodiversitas yang sangat penting dalam kehidupan. Kanekaragaman sayuran merepresentasikan sumber makanan, pakan, obat-obatan dan banyak produk lainnya dalam kehidupan di bumi. Indonesia memiliki nutrisi kekayaan sayuran dengan kandungan nutrisi tinggi, bermanfaat bagi kesehatan dan berpotensi secara ekonomi. Sayuran dapat didefinisikan sebagai tanaman sukulen atau bagian dari tanaman yang dikonsumsi sebagai pelengkap makanan, dengan bahan karbohidrat, biji-bijian atau umbi Grubben et al., 1994. FAOSTAT 2007 mendefinisikan bahwa sayuran mengandung 70-95% air, yang pada umumnya ringan ketika dikeringkan. Sayuran lokal merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu Suryadi dan Kusamana, 2004. Sayuran lokal mempunyai harga yang relatif murah, dan secara tradisional sayuran lokal merupakan salah satu komponen pola tanam, serta pemanfaatannya oleh petani memiliki keunggulan yang komparatif Marsh, 1998. Sayuran lokal merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang dikenal sebagai Mega Biodiversity Country. Mempertimbangkan arti penting sayuran sebagai bahan pelengkap makanan utama, maka sayuran ini dapat dieksploitasi pada tingkat komersial. Kandungan nutrisi yang beragam seperti vitamin A, B, C, kalium, besi, protein dan senyawa antioksidan mengindikasikan bahwa budidaya dan konsumsi dari sayuran dapat Jurnal Biodjati, 2 1 2017 54 membantu dalam menghadapi malnutrisi di Indonesia Becker, 2003 ; Madalla et al., 2013. Meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi tinggi, maka kegiatan koleksi dan pemanfaatan dari sayuran lokal menjadi penting untuk dilakukan agar sayuran tersebut tidak punah oleh perubahan zaman, alih fungsi lahan maupun pola konsumsi masyarakat. Informasi tersebut sangat penting untuk meletakkan dasar informasi sebagai pedoman pola konsumsi untuk komunitas daerah tersebut, menerapkan teknologi budidaya untuk mendukung keamanan pangan dan untuk menentukan potensi kandungan fitokimia dan farmasi. Indonesia memiliki kurang lebih jenis tumbuhan yang diantaranya terdiri dari 250 jenis sayuran, jenis jamur, jenis tumbuhan paku, 150 jenis bambu dan rotan serta lainnya Abrori, 2016. Keanekaragaman ini tersebar pada seluruh provinsi termasuk di Jawa Timur. Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan dengan pengembangan pertanian yang cukup pesat di Jawa Timur. Beberapa kecamatan di Kediri telah ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 dan Masterplan Agropolitan Kabupaten Kediri Tahun 2006, maka salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan Pakancupung dengan komoditas unggulan berupa sayuran adalah kecamatan Pare, Kandangan, Puncu dan Kepung Sari dan Santoso, 2016. Daerah Kediri yang sebagian besar merupakan dataran rendah ±67 m dpl menyediakan berbagai tanaman yang sebagian telah dimanfaatkan secara turun-temurun sejak nenek moyang sebagai sayuran. Sayuran tersebut dapat dikategorikan sebagai sayuran lokal. Seiring perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi masyarakat maka keberadaan sayuran lokal mulai langka. Sayuran tersebut pada umumnya masih dipungut langsung dari alam untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan di pasar tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya konservasi genetik sayuran lokal perlu dilakukan yaitu melalui usaha budidaya pertanian. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sayuran lokal yang diperjualbelikan oleh para pedagang sayur di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur. Penelitian merupakan bagian dari penelitian pendahuluan mengenai potensi sayuran lokal Provinsi Jawa Timur. BAHAN DAN METODE Metode penelitian yang digunakan adalah survey eksplorasi melalui teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang disajikan secara lisan. Kegiatan survey dilakukan pada bulan Februari-Maret 2017. Daerah Penelitian Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur dipilih sebagai area penelitian, daerah ini terletak pada 07036’12’’ – 800’32’’ LS, 111047’05’’- 112018’20’’ BT dan ketinggian ± 67 m dpl Pemkab. Kediri, 2016 Gambar 1. Area penelitian terdiri dari perbukitan dan pegunungan dengan lembah kecil dan dataran, luas dari area adalah 1449,4 km2. Suhu udara berkisar antara 23-31oC. Lokasi survey mencangkup 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri Tabel 1. Pemilihan lokasi berdasarkan sebaran lokasi pasar dan keberagaman tingkatan pasar. Sasaran responden adalah para pedagang sayuran lokal. Data yang dikumpulkan meliputi nama lokal, bagian sayuran yang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 55 dijual, asal sayuran dibudidayakan atau dipungut dari alam. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Sayuran yang diperoleh didokumentasikan dengan kamera dan juga dilakukan pengambilan sampel sayuran untuk keperluan identifikasi tanaman. a b a b Gambar 1. Peta lokasi dari area penelitian yang menunjukkan area survey a Kota Kediri dan b Kabupaten KediriTabel 1. Lokasi dan nama pasar tradisional yang dijadikan tempat penelitian Jurnal Biodjati, 2 1 2017 56 Pengumpulan Data Sebelum melakukan penelitian, observasi pre-eliminari dan acak dilakukan. Kuisioner terbuka dengan pedagang sebagai responden disusun untuk mendapatkan data kualitatif sayuran lokal. Kualifikasi responden adalah para pedagang sayuran yang menjual sayuran lokal atau mayoritas menjual sayuran lokal pada saat kegiatan survey dilakukan. Total responden berjumlah 40 orang yang tersebar pada 15 pasar Tabel 1. Informasi terkait grup umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data responden yang diwawancarai di lokasi penelitian Jumlah responden yang diwawancarai Identifikasi Spesies Tanaman Sampel sayuran lokal yang diperjualbelikan di pasar dikumpulkan dari area penelitian, kemudian dibawa ke laboratorium dan diindentifikasi menggunakan pustaka buku determinasi menggunakan buku determinasi pedoman pustaka Flora of Java Volume I, II, III Backer dan Bakhuzein Van den Brink ,1968, A Practical Field Guide to Weeds of Rice in Asia Caton et al., 2010, dan Weed Identification Naidu, 2012. Kemudian dilakukan pendataan bentuk tumbuh tanaman. Analisis Data Analisis data frekuensi sitasi dilaporkan sebagai persentase dan proporsi. Tiap tanaman yang didapatkan dari responden yang termasuk sebagai sayuran lokal dihitung sebagai frekuensi sitasi. HASIL Arti Penting Tanaman dan Keanekaragaman Tanaman Hasil observasi langsung di pasar tradisonal memperlihatkan bahwa keragaman sayuran lokal Kediri yang diperjualbelikan tergolong tinggi >20 spesies tanaman. Hasil survey dan wawancara disusun dalam tabel berdasarkan susunan alfabet nama famili tanaman. Inventarisasi detailnya meliputi nama ilmiah, nama lokal, famili tanaman, bentuk tumbuh tanaman dan bagian tanaman yang dijual. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Tabel 3. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 57 Tabel 3. Daftar sayuran lokal yang diperjualbelikan dan dikonsumsi di Kabupaten dan Kota Kediri Bagian sayuran yang dijual Crassophecephalum crepidiodes Sechium edule Jacq. Swartz Luffa acutangula L. Roxb. Arcypteris irregularis C. Presl Ching Psophocarpus tetragonolobus Jurnal Biodjati, 2 1 2017 58 Penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman. Dokumentasi keragaman sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri disajikan pada Gambar 2. Jurnal Biodjati, 2 1 2017 59 Gambar 2. Dokumentasi keanekaragaman sayuran lokal di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Sayuran Lokal Berdasarkan Daur Hidup Tanaman Berdasarkan daur hidup tanaman, 61% dari tanaman yang ditemui pada penelitian termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Gambar 3. Diagram persentase daur hidup sayuran lokal Asal Sayuran Lokal yang Diperjualbelikan Diantara sayuran lokal yang diperjualbelikan didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam. Sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Gambar 4. Diagram persentase pembudidayaan sayuran lokal Bagian Tanaman yang Dijual Masyarakat daerah tersebut mengkonsumsi sayuran lokal dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran yang paling sering dijual berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram persentase bagian tanaman yang dijual PEMBAHASAN Eksplorasi intensif dengan tujuan untuk pengumpulan informasi dan pendokumentasian sayuran lokal telah dilakukan selama 2 bulan dari Februari-Maret 2017 di 15 pasar tradisional Kabupaten dan Kota Kediri. Informasi dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur menggunakan kuisioner. Responden penelitian terdiri dari 40 informan 87,5% responden merupakan penduduk asli daerah tersebut, dan sisanya sebanyak 12,5% merupakan pendatang. Responden pada penelitian ini mayoritas 61% 39% TanamanSemusimTanamanTahunan61% 18% 21% DibudidayakanDipungut darialamDibudidayakandan dipungutdari alam5% 25% 22% 36% 6% 6% BungaBuahBatangDaunBijiPolong Jurnal Biodjati, 2 1 2017 60 adalah penduduk asli daerah tersebut. Dengan harapan penduduk asli lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang sayuran lokal daerah tersebut. Responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 34 orang. Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan 85% dari total. Hal ini menjadi penting, karena perempuan lebih mempunyai ketertarikan pada sayuran lokal. Semua responden sudah berkeluarga, berusia antara antara 32 dan 81 tahun, yang didominasi oleh responden yang berusia 41-60 tahun 57,5%. Dengan tingkat pendidikan terakhir dari responden yaitu 45% menempuh Sekolah Dasar SD dan 22, 5% menempuh Sekolah Menengah Akhir SMA, juga ditemukan masih terdapat 10% dari responden yang tidak menempuh pendidikan formal Tabel 2. Hubungan antara tanaman dan manusia sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan, dapat dikatakan hubungan antara keduanya sebagai ketergantungan. Keanekaragaman tanaman menunjukkan kekayaan ekonomi dari suatu daerah. Pemanfaatan dan kegunaan dari tanaman tersebut berhubungan dengan arti penting tanaman di daerah tersebut Arshad et al., 2014; Amjad dan Arsyad, 2014. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa masyarakat dari daerah penelitian tidak bergantung pada sayuran lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Beberapa sayuran lokal sulit untuk ditemui di sebagian besar pasar. Walaupun beberapa pasar memiliki keanekaragaman sayuran lokal yang tinggi, sebagai contohnya pasar tradisional Wates, yang terletak di daerah Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, didapatkan bahwa daerah tumbuh sayuran lokal berasal dari pedesaan. Di desa, sayuran tersebut lebih mudah ditemukan dan bernilai ekonomis rendah. Karena nilai ekonomis yang rendah, sayuran tersebut kurang mendapat perhatian. Adapun pedagang yang memperjualbelikan sayuran lokal di perkotaan mengharapkan adanya nilai tambah ekonomi pada sayuran tersebut, dibandingkan ketika dijual di desa. Pola konsumsi masyarakat perkotaan sekarang yang lebih menyukai sayuran kultivasi seperti kol, wortel dan lain-lain, membuat sayuran lokal terpinggirkan. Adapun keterbatasan lahan di daerah perkotaan menjadikan sayuran tersebut terbatas tempat tumbuhnya. Sehingga jarang ditemui sayuran lokal yang dibudidayakan di daerah perkotaan. Hasil penelitian mendokumentasikan 28 spesies sayuran lokal milik 16 famili tanaman, sayuran tersebut dimanfaatkan sebagai pendamping makanan utama. Sayuran lokal dari hasil penelitian ini dapat mencerminkan besarnya keanekaragaman flora Kabupaten dan Kota Kediri. Keanekaragaman jenis sayuran lokal yang diperjualbelikan tergolong tinggi. Pasokan sayuran cenderung stabil dikarenakan sebagian besar sayuran lokal sudah dibudidayakan petani. Sebagian sayuran masih bergantung dengan kondisi curah hujan. Sehingga ada beberapa sayuran yang lebih mudah ditemui pada saat musim penghujan dibandingkan pada musim kemarau. Dari data frekuensi sitasi dapat terlihat bahwa sayuran lokal yang paling banyak diperjualbelikan adalah kenikir 24, kacang panjang 24, kangkung 23 dan kemangi 16. Sedangkan sayuran yang dijumpai paling sedikit diperjualbelikan adalah kucai 1, selada air 1, nangka 1 dan terung pokak 1. Jenis sayuran yang khas yang ditemui pada penelitian ini adalah sintrong dan sembukan. Kedua sayuran yang khas tersebut biasanya dikelompokkan pada tanaman gulma gulma adalah tanaman tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman. Ternyata di daerah Kabupaten Kediri, tanaman tersebut termasuk sayuran yang biasa dikonsumsi dan dapat memberikan manfaat pada kesehatan. Langkah selanjutnya perlu dilakukan investigasi pada pemanfaatan sayuran dan kandungan komponen fitokimia tanaman Jurnal Biodjati, 2 1 2017 61 tersebut. 61% dari tanaman yang ditemui pada saat survey termasuk tanaman semusim, sedangkan 39% termasuk tanaman tahunan Gambar 3. Diantara sayuran tersebut didapatkan 61% sayuran lokal yang dijual berasal dari pembudidayaan. Sebanyak 21% berasal dari pembudidayaan dan juga masih dipungut dari alam, sisanya sebanyak 18% sayuran langsung dipungut dari alam, tanpa proses pembudidayaan Gambar 4. Sebagian besar tanaman dapat ditemukan dengan mudah di sekitar rumah, menunjukkan bahwa daerah penelitian kaya dalam biodiversitasnya. Pembudidayaan sayuran lokal bukan hanya bertujuan sebagai konservasi tanaman, tapi juga menjadikan sayuran tersebut lebih mudah untuk dikumpulkan. Sebagai tambahan, pada umumnya tanaman yang dibudidayakan dipekarangan rumah adalah tanaman yang sering digunakan oleh penduduk daerah tersebut Zheng dan Xing, 2009. Masyarakat setempat mengkonsumsi sayuran tersebut dalam bentuk bunga, buah, batang, daun, biji dan polong. Bagian tanaman sayuran lokal yang paling sering dimanfaatkan berupa daun 36% dan diikuti oleh buah 25%, batang 22%, bunga 6%, polong 6% dan biji 6%. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu organ tanaman di satu macam spesies tanaman, seperti daun dan batang, dikonsumsi sebagai sayuran. Hasil penelitian kami ini sejalan dengan beberapa survey yang menunjukkan bahwa daun adalah bagian sayuran yang sering dikonsumsi Susanti, 2015; Chotimah et al., 2013. Daun juga merupakan bagian yang paling dominan digunakan dibandingkan lainnya, karena bagian tanaman ini lebih mudah dikumpulkan dibandingkan bagian tanaman lain, buah dan bunga dan lain-lain Giday et al., 2009. Dan dalam pandangan ilmiah, daun merupakan tempat fotosintesis dan tempat produksi dari metabolit sekunder Ghorbani, 2005. Selain itu, alasan penting lainnya bahwa mengkonsumsi daun merupakan upaya untuk mengkonservasi tanaman, semisalnya kita mengunakan bagian akar akan menyebabkan tanaman tersebut mati dan menempatkan spesies tanaman tersebut dalam kondisi terancam kepunahan Kadir et al., 2012. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan kajian ekosistem dimana tanaman tersebut tumbuh berkembang secara alami. Kajian mengenai karakteristik tumbuh tanaman pada habitat alami, pH, komposisi media tanam, dan unsur hara harus dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman dilakukan. Kajian tersebut akan mempengaruhi teknologi budidaya yang digunakan dan modifikasi lingkungan tumbuh. Kemungkinan tanaman sayuran lokal menjadi gulma atau tanaman kompetitor dan inang organisme pengganggu tanaman juga harus mendapat perhatian khusus dalam rangka menciptakan lingkungan budidaya yang sehat. Usaha budidaya sayuran lokal juga harus memperhatikan aspek agribisnis agar dapat menambah nilai jual, jumlahnya sesuai permintaan pasar, dan pasokannya stabil. Harga jual di pasar dari semua sayuran lokal yang ditemukan berkisar di bawah Harga sayuran lokal tertinggi adalah komoditas kemangi Rp. Keberadaan sayuran lokal di pasar dengan harga yang relatif rendah dibandingkan sayuran kultivasi menunjukkan bahwa sayuran lokal dapat digolongkan sebagai sayuran minor. Informasi tentang pemanfaatan sayuran lokal di Kabupaten dan Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur, untuk pertama kalinya telah dikumpulkan dan didokumentasikan melalui penelitian ini. Penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar sayuran lokal adalah pelengkap makanan utama untuk masyarakat di Kabupaten dan Kota Kediri. Hasil dari penelitian merepresentasikan informasi tentang Jurnal Biodjati, 2 1 2017 62 sayuran lokal, yang dapat berkontribusi memelihara kearifan lokal dan diharapkan dapat menarik minat generasi muda dalam pemanfaatan sayuran lokal. Hasil penelitian telah mendokumentasikan 28 spesies dari 16 famili tanaman. Penelitian juga diharapkan dapat menciptakan kepedulian antara masyarakat daerah Kabupaten dan Kota Kediri tentang arti penting dari sayuran lokal dan upaya konservasinya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada KEMENRISTEKDIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi -Universitas Brawijaya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Amalia Azizah Ally selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abrori, M. 2016. Keanekaragaman tumbuhan bawah di Cagar Alam Manggis Gadungan Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri. Skripsi, Universitas Islam Negeri, Malang. Amjad, M. S., & Arshad, M. 2014. Ethnobotanical inventory and medicinal uses of some important woody plant species of Kotli, Azad Kashmir, Pakistan. Asian Pac. J. Trop. Biomed 4, 12, 952-958. Arshad M., Ahmed M., Ahmed E. Saboor A., Abbas A., & Sadiq, S. 2014. An ethnobotanical study in Kala Chitta Hills of Pothwar Region. Pakistan Multinomial logit specification. J. Ethnobiol Erhnomed, 10, 13. Becker, K., Afuang W., & Siddhuraju, P. 2003. Comparative nutritional evaluation of raw, methanol extracted residues and methanol extracs of moringa Moringa oleifera Lam. leaves on growth performance and feed utilization in Nile Tilapia Oreochromis niloticus L.. Aquaculture Research 34, 13, 1147-1159. Caton, B. P., Mortimer, M., Hill, & Johnson, D. E. 2010. A practical field guide to weeds of rice in Asia. Philippines International Rice Research Institute Chotimah, H. E. N. C., Kresnatita, S. & Miranda, Y. 2011. Studi etnobotani sayuran indigenous lokal Kalimantan Tengah. Jurnal Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Solo. FAOSTAT. 2007. Food agriculture organization corporate statiscal database FAOSTAT on-line, United Nation Food and Agriculture Organization, Rome. Retrieved from. Ghorbani, A. 2005. Studies on pharmaceutical ethobotany in region of Turkmen Sahra, North of Iran Part 1 General Results. J. Ethnopharmacol, 102, 58-68. Giday, M., Astaw Z., & Woldu Z. 2009. Medicinal plants of the Meinit ethnic group of Ethiophia an ethnobotanical study. J. Ethnopharmacol, 124, 513-521. Grubben, G. J. H., Siemonsma, & Kasem, P. 1994. Introduction to plant resources of South-East Asia 8 vegetables. Bogor PROSEA Foundation. Kadir, M. F., Bin Sayeed, M. S., & Mia, M. M. K. 2012. Ethnopharmacological survey of medicinal plants used by indigenous and tribal people in Rangamati, Bangladesh. J. Ethnopharmacol, 144, 627-637. Madalla, N., Agbo, & Jauncey, K. 2013. Evaluation of aqueous extracted moringa leaf meal as a protein source for Jurnal Biodjati, 2 1 2017 63 Nile Tilapia Juveniles. Tanzania Journal of Agricultura Science, 12, 1, 53-64. Marsh, R. 1998. Building on traditional gardening to improve household food security. Food Nutr Agric., 22, 4-14. Naidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India Jabalpur. Pugalenthi, M., Vadivel, V., & Siddhuraju, P. 2005. Alternative food/feed perspectives of an underutilized legume Mucuna pruriens Var. Utilis – a review. Plants Foods for Human Nutrition, 60, 201-218. Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi, 17, 2,51-63. Sari, D. & Santoso, 2016. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik, 5, 1, 64- Susanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa’ah, 40, WCMC. 1992. Global biodiversity status of the earth’ living resources – world conservation monitoring centre. New York Chapman and Hall. Zheng, X., & Xing, F. 2009. Ethnobotanical study on medicinal plants around Mt. Yinggeling, Hainan Island, China. J. Ethnopharmacol, 124, 197-210. ... Kajian etnobotani yang membahas mengenai peran pasar tradisional, berdasarkan survei Martinez dikutip Hakim 2014, menjadi kategori kajian etnobotani yang paling sedikit dilakukan. Beberapa studi mengenai hal itu, diantaranya studi Yurlisa et al. 2017 yang mendokumentasikan ragam sayuran lokal di pasar tradisional. Pada studi itu, peneliti menemukan bahwa pasar merupakan tempat yang tepat untuk mendapat berbagai informasi terkait jenis sayuran yang diperjualbelikan. ...... Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis tanaman rempah yang diperjualbelikan di pasar Warungkondang. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman tanaman bumbu rempah yang dijual di Pasar Warungkondang tergolong tinggi karena melebihi 20 spesies tanaman Yurlisa et al., 2017. Jenis tanaman yang paling banyak diperdagangkan berasal dari famili Zingiberaceae cikur, honje, jahe, koneng dan laja dan Alliaceae bawang-bawangan. ...... Banyak spesies yang dapat kita amati bahkan kita pelajari dipasar, salah satunya adalah ikan. Begitu pula menurut Yurlisa et al., 2017, besarnya keanekaragaman flora yang diperjualbelikan di pasar tergolong tinggi. ...Poppy Antika SariKasrina KasrinaAbas Abas Anggita Dwi OktavianiThis study aims to inventory and classify fish diversity in the Bengkulu traditional market. The research method used is descriptive qualitative. The data obtained were tabulated and analyzed descriptively, then a literature study was conducted for identification. Sample collection was carried out using the exploration method by tracking every trader selling fish in the market. The results showed that there were 55 fish species belonging to 43 genera, 31 families and 9 orders. In conclusion, the order Perciformes with the family Carangidae and the Genus Lutjanus is the most common group of fish found in the Bengkulu traditional market. Keywords Pocket Book, Sea Fish, Traditional Market, Learning Resources... Diversity and availability of goods in traditional markets are high Ela et al. 2016, in the forms of dry food, wet food products, and industrial products. In traditional markets, there are also agricultural commodities such as staple food, including rice Yurlisa et al. 2017. Traditional markets have various local potentials that are used by residents to market agricultural products, namely vegetables and plantation crops Kharisma 2014. ...Deanova AK, Pristiawati CM, Aprilia D, Solikah I, Nurcahyati M, Liza N, Partasasmita R, Setyawan AD. 2021. Title. Biodiversitas 22 4095-4105. Market is one of the most important economic sectors in a country. One type of market is a traditional market that is synonymous with squalid, overcrowded and slum conditions. However, traditional markets provide essential commodities that are relatively cheaper and fresher than modern markets. The purpose of this research was to record the diversity of species and varieties of edible plants traded in Ir. Soekarno Market, a traditional market in Sukoharjo District. Plant commodities observed were vegetables, spices, fruits, and staples sold by the sellers in this market. The method used in this research was qualitative based on the ethnobotany approach. Meanwhile, to collect primary data, several field techniques were used, namely direct observation such as market commodity surveys, trader observations, and trader interviews. The direct survey results showed that the edible plant commodities consisted of 105 plant species representing 28 families. The variations found included 9 types of rice, 4 types of onions, 7 types of bananas, and 9 types of beans. The decline in the number of traded commodities and the lack of visitors was due to the increase in COVID-19 cases in Sukoharjo and disputes between traders and local government. Thus until recently, Ir. Soekarno Market, which was originally the main market full of visitors, became a market that was empty of visitors and traders.... In the scientific view, leaves are the site of photosynthesis and the place of production of secondary metabolites. Besides that, consuming leaves is an effort to conserve plants, if consuming part of the root will cause the plant die, so that, the plant species can be threatened with extinction Yurlisa et al., 2017. Parts of the plant are used as vegetables, food seasonings, food coloring, and medicine. ...Hanin Niswatul FauziahWidya Retno PutriRiya MayangsariBagus Sapto RaharjoSince Covid-19 pandemic government requires all educational institution to apply online learning. Therefore, they must be able to use local potential as a learning source as much as possible. One of the local potentials used as a learning source is implementing an inventory of family foodstuffs. This research aimed to determine the type of foodstuff consumed by the biology college student’s families in the Covid-19 pandemic and how to integrate it into the biology learning of biodiversity concept. Data were collected by observing the foodstuffs of 28 biology college students’s families. Every college student recorded the food consumed by his family for two weeks. The data were foodstuffs name, part of foodstuffs consumed and its benefits. Consumed foodstuffs will be sampled, photographed, and identified up to the family level. Foodstuff for every college student’s family were tabulated into Microsoft Excel and collected into class data and then analyzed descriptively. Results showed there were 2 types of foodstuffs consumed by the biology student’s families namely vegetable and animal foodstuff. The most consumed vegetables during the Covid-19 pandemic came from Fabaceae of 15 species and the most consumed animal came from Bovidae of 2 species. Inventory of family foodstuffs during Covid-19 pandemic can be used as a biology learning source of biodiversity. After knowing the taxa of each foodstuff, college students ccould categorize the level of biodiversity. Integrating the environment as a learning source make learning more applicable, varied, interesting, and easier for college students to understand the material being studied.... If the lalapan consumed are not available in rice fields, gardens, yards or forests, then people buy it at a stall. Yurlisa et al. stated that 61% of local vegetables in the traditional market that can be used as lalapan have been The most widely used plant parts are leaf buds of four species, leaves of 32 species, fruit of 16 species and rhizomes, tubers and flowers from one species each,Fig. ... Tri CahyantoAteng SupriyatnaMar’atus SholikhaDeasy RahmawatiPlants are used by most of the Sundanese ethnic community as food products, these are known as lalapan known as fresh vegetables. Lalapan includes parts of the plant such as roots, stems, leaves, fruits, flowers, seeds or other parts that are consumed raw, boiled or steamed without any additional seasoning, or used as flavor enhancers to complement foods like rice, and usually eaten with sambal Chili Sauce. Information on the types of plants used as lalapan are still limited and tend not to be inherited by the next generation. The purpose of this study was to investigate the types and parts of plants used as lalapan. This research applied an explorative survey method with observations and interview techniques conducted from June to October 2017. The sample of this research was 400 respondents obtained from 35 villages in eight selected subdistricts from among 253 villages and 30 districts in Subang Regency, West Java Province, which were randomly determined by a two stage cluster sampling technique. The obtained data were analyzed descriptively. Results of the research showed that there were 50 species of plants discovered, grouped into 19 families, used as lalapan. The most widely used plant family was Asteraceae, with nine species. Parts of plants mostly used as lalapan were leaves, fruits, shoots, stems, flowers, rhizomes and tubers. The leaf is most widely used as a fresh Setya PutraAhmad RidwanSigit Winarto Agata IwanThe increasing number of tourist attractions and airport construction in the city of Kediri will impact the rising number of visitors from outside the city. The availability of adequate accommodation to accommodate the number of visitors who will come to the town of Kediri is essential. Kediri City Guest House Building is one of the solutions to the problem of availability of accommodation in the City of Kediri going forward. Calculations carried out in this study regarding the structure of the 6-story Guest House building design using software. The results of the standard frame elements in the structure column model with the appropriate dimensions and materials included in the plan drawing. The column section frame has dimensions 600x600 cm and diameter 600 cm. The wall load value is distributed to all frames holding the wall in the form of a uniform load of 250 kg/m2 as planned, the height of the stairs is 2 m, and the length is flat is m. Thus, the calculation results obtained the number of stomps of 10 pcs and the number of climbs of 10 pcs with a width of 61cm stairs, aantrade horizontal 25 cm, and optrade up 20 cm. Bertambahnya jumlah tempat Wisata dan pembangunan Bandara di Kota Kediri akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengunjung dari luar Kota. Ketersediaan akomodasi yang mencukupi untuk menampung jumlah pengunjung yang akan datang ke Kota Kediri sangat diperlukan. Gedung Guest House Kota Kediri menjadi salah satu solusi pada permasalahan ketersediaan akomodasi kedepannya. perhitungan yang dilakukan Pada penelitian ini mengenai perencanaan struktur bangunan Guest House 6 lantai dengan menggunakan software Hasil elemen frame biasa pada model kolom struktur dengan dimensi dan material yang sesuai telah dicantumkan dalam gambar rencana. Frame section kolom tersebut berdimensi 600 x 600 Cm dan diameter 600 Cm. Nilai beban dinding didistribusikan ke seluruh frame yang menahan dinding dalam bentuk beban merata uniform load sebesar 250 kg/m2 seperti rencana tinggi tangga adalah 2 m dan panjang datar adalah 2,5 m. Secara perhitungan diperoleh hasil jumlah injakan 10 bh dan jumlah tanjakan 10 bh dengan lebar tangga 61cm, aantrade mendatar 25 cm, dan optrade naik 20 cm. Firmansyah SaputraP SurjowardojoIrdafThe purpose of the study is to observe the status of morning temperature and humidity of the dairy cows’ living environment. The collected data were temperature and humidity measured with dry and wet bulb thermometers. These primary data were processed using THI equation which was specific for dairy cow and classified into six classes based on THI index 1 comfort; 2 mild discomfort; 3 discomfort; 4 alert; 5 danger; and also 6 emergency. The data then analyzed and explained using descriptive analysis. As a result, the environment’s temperature and humidity were not suitable for the dairy cows. Out ofthirty-one observation days, dairy cow suffered 24 times discomfort, six times alert, and twice mild discomfort. The lowest temperature was 22 ⁰ C while the highest was 26 ⁰ C. Meanwhile, the minimum humidity value 80% and maximum of 95%. It can be concluded that morning temperature and humidity in the study area were not suitable for the dairy paper constitutes an important ethnobiological survey in the context of utilizing biological resources by residents of Kala Chitta hills of Pothwar region, Pakistan. The fundamental aim of this research endeavour was to catalogue and analyse the indigenous knowledge of native community about plants and animals. The study is distinctive in the sense to explore both ethnobotanical and ethnozoological aspects of indigenous culture, and exhibits novelty, being based on empirical approach of Multinomial Logit Specifications MLS for examining ethnobotanical and ethnozoological uses of specific plants and animals. To document the ethnobiological knowledge, the survey was conducted during 2011-12 by employing a semi-structured questionnaire and thus 54 informants were interviewed. Plant and animal specimens were collected, photographed and properly identified. Distribution of plants and animals were explored by descriptive and graphical examination. MLS were further incorporated to identify the probability of occurrence of diversified utilization of plants and animals in multipurpose domains. Traditional uses of 91 plant and 65 animal species were reported. Data analysis revealed more medicinal use of plants and animals than all other use categories. MLS findings are also in line with these proportional configurations. They reveal that medicinal and food consumption of underground and perennial plants was more as compared to aerial and annual categories of plants. Likewise, medicinal utilization of wild animals and domestic animals were more commonly observed as food items. However, invertebrates are more in the domain of medicinal and food utilization. Also carnivores are fairly common in the use of medicine while herbivores are in the category of food consumption. This study empirically scans a good chunk of ethnobiological knowledge and depicts its strong connection with indigenous traditions. It is important to make local residents beware of conservation status of species and authentication of this knowledge needs to be done in near future. Moreover, Statistically significant findings impart novelty in the existing literature in the field of ethnobiology. Future conservation, phytochemical and pharmacological studies are recommended on these identified plants and animals in order to use them in a more sustainable and effective way. Mohammad Fahim KadirMuhammad Shahdaat Bin SayeedM M K MiaEthnopharmacological relevance There is very limited information regarding plants used by traditional healers in Rangamati, Bangladesh, for treating general ailments. Current study provides significant ethnopharmacological information, both qualitative and quantitative on medical plants in Rangamati. Aim of the study This study aimed to collect, analyze and evaluate the rich ethnopharmacologic knowledge on medicinal plants in Rangamati and attempted to identify the important species used in traditional medicine. Further analysis was done by comparison of the traditional medicinal use with the available scientific literature data. Materials and methods The field survey was carried out in a period of about one year in Rangamati, Bangladesh. A total of 152 people were interviewed, including Traditional Health Practitioners THPs and indigenous people through open-ended and semistructured questionnaire. The collected data were analyzed qualitatively and quantitatively. This ethnomedicinal knowledge was compared against the literature for reports of related uses and studies of phytochemical compounds responsible for respective ailments. Results A total of 144 species of plants, mostly trees, belonging to 52 families were identified for the treatment of more than 90 types of ailments. These ailments were categorized into 25 categories. Leaves were the most frequently used plant parts and decoction is the mode of preparation of major portions of the plant species. The most common mode of administration was oral ingestion and topical application. Informant consensus factor Fic values of the present study reflected the high agreement in the use of plants in the treatment of gastro-intestinal complaints and respiratory problems among the informants. Gastro-intestinal complaint had highest use-reports and 3 species of plants, namely Aegle marmelos L. Corr., Ananas comosus L. Merr., and Terminalia chebula Gaertn. Retz., had the highest fidelity level FL of 100%. Asparagus racemosus Willd. and Azadirachta indica A. Juss. showed the highest relative importance RI value of According to use value UV the most important species were Azadirachta indica A. Juss. and Ocimum sanctum L. Conclusion As a result of the present study, we recommend giving priority for further phytochemical investigation to plants that scored highest FL, Fic, UV or RI values, as such values could be considered as good indicator of prospective plants for discovering new drugs. Also counseling of THPs should be taken into consideration in order to smooth continuation and extension of traditional medical knowledge and practice for ensuring safe and effective AfuangP. SiddhurajuK. BeckerThe suitability of raw and methanol-extracted moringa Moringa oleifera Lam. leaf meal to replace 10%, 20% and 30% of the total fishmeal-based dietary protein in tilapia feeds was tested. Ten isonitrogenous and isocalorific feeds 35% crude protein and 20 MJ kg−1 gross energy, denoted as diets 1 fishmeal-based control, 2, 3, 4 containing 13%, 27% and 40% raw moringa leaf meal, 5, 6, 7 containing 11%, 22% and 33% methanol-extracted moringa leaf meal, and 8, 9, 10 containing methanol-soluble extracts of the raw moringa leaf meal at the same level as would have been present in diets 2, 3, 4 were prepared. Forty tilapia g, kept individually, were fed the experimental diets four fish per treatment at the rate of 15 g feed per kg metabolic body weight per day. A reduction in the growth performance was observed with an increasing level of raw moringa leaf meal diets 2–4, whereas inclusion of methanol-extracted leaf meal diets 5–7 had no significant P< effect on the growth performance compared with the control diet 1. The growth performance of fish fed diets 8–10 containing methanol extracts of the moringa leaf meal were also similar to the control. The chemical composition values of the gained weight showed that lipid accretion decreased with increased inclusion of moringa leaves, and ash content increased. Dietary moringa methanol extracts reduced protein accretion, but had no effects on lipid and ash contents compared with the control. The inclusion of raw, methanol-extracted residues and methanol extracts of the moringa leaf meal diets 3 and 4, 5, 6 and 7, and 8 respectively reduced the plasma cholesterol content significantly. Similarly, a significant reduction in muscle cholesterol was observed in fish fed the diets 4, 8, 9 and 10. It was concluded that the solvent-extracted moringa leaf meal could replace about 30% of fishmeal from Nile tilapia main objectives were to collect information on the use of medicinal plants and compare medicinal plant traditions between Run and Qi. Information was obtained from semi-structured interviews, personal conversation and guided fieldtrips with herbalists. 385 species belonging to 290 genera in 104 families were used for the treatment of various diseases. Rubiaceae 20 species, Euphorbiaceae and Compositae 19 species respectively were predominant families used by herbalists. The most species were used for injuries muscular-skeletal system disorders and infections/infestations The coefficient of similarity shown a high consensus of plant species used by Run and Qi. The 'informant agreement ratio' values for both Run and Qi are rather low less than Traditional medicinal plants still play an important role in medical practices of Li Ethnic Group around There is a close relationship of medicinal plant traditions between Run and Qi. Further investigation is necessary to record this valuable knowledge before its Pugalenthi V. VadivelP. SiddhurajuMucuna pruriens var. utilis, an underutilized tropical legume has a nutritional quality comparable to soya beans and other conventional legumes as it contains similar proportions of protein, lipid, minerals, and other nutrients. The beans have been traditionally used as a food in a number of countries, viz., India, Philippines, Nigeria, Ghana, Brazil, and Malawi. Recently, the velvet beans are exploited as a protein source in the diets of fish, poultry, pig, and cattle after subjected to appropriate processing methods. Although the velvet beans contain high levels of protein and carbohydrate, their utilization is limited due to the presence of a number of antinutritional/antiphysiological compounds, phenolics, tannins, L-Dopa, lectins, protease inhibitors, etc., which may reduce the nutrient utilization. Unfortunately, even though many researchers all over the world working on Mucuna, only scanty and conflicting information are available regarding its utilization as a food/feed and no scientific gathering to date has focused on the food/feed applications of Mucuna. Hence, the present review has been emphasized on the nutritional potential of this underutilized, nonconventional legume and current state of its utilization as food/feed for both human beings and livestock throughout the book on weed identification. directorate of weed science researchV S G R NaiduNaidu, V. S. G. R. 2012. Hand book on weed identification. directorate of weed science research. India study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ahH SusantiSusanti, H. 2015. Ethnobotanical study for swamp Lokal vegetables at Martapura Market of South Kalimantan. Ziraa'ah, 40, 2, 140-144.

Terutamadi daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. adalah sejenis tumbuhan sayur yang mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional Indonesia. Kapri termasuk dalam golongan sayur buah, artinya buahnya yang dimakan sebagai sayur dan tidak digolongkan sebagai buah

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan antar daerah Perbedaan kekayaan SDA Perbedaan selera Perbedaan Iklim Perluas pasar dan tingkatkan keuntungan Kelebihan atau kekurangan produk suatu daerah Perbedaan tingkat harga Dari kasus Pak Mardi, faktor dominan yang mempengaruhi perdagangan antar daerah yang dilakukannya yakni perbedaan tingkat harga. Pak Mardi lebih memilih melakukan perdagangan ke daerah pesisir karena harga sayuran yang diproduksinya memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan di daerah pegunungan. Jadi, jawaban yang tepat adalah pilihan B.

Belasanmobil pemadaman kebakaran diterjunkan untuk memadamkan kobaran api. Mobil pemadaman itu didatangkan dari sejumlah daerah terdekat, seperti Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Tanah Datar. Pasar Atas Bukittinggi ini terletak di sekitar kawasan Jam Gadang. Pasar Atas terkenal dengan produk kerajinan songket dan souvenirnya.

PertanyaanPenduduk di daerah Pantai akan membutuhkan sayuran dari pegunungan, sedangkan penduduk yang berada daerah pegunungan akan membutuhkan ikan dari laut. Hal ini menunjukan bahwa antara satu ruang dengan yang lain ....Penduduk di daerah Pantai akan membutuhkan sayuran dari pegunungan, sedangkan penduduk yang berada daerah pegunungan akan membutuhkan ikan dari laut. Hal ini menunjukan bahwa antara satu ruang dengan yang lain ....saling berinteraksi satu sama laintidak ada hubungan antara satu sama laintidak saling bergantungtidak memiliki sebab akibatABMahasiswa/Alumni Universitas SiliwangiJawabanjawaban yang tepat yang tepat adalah antarruang adalah cara mengelola ruang-ruang berdasarkan potensi juga permasalahannya dan keterkaitan suatu ruang dengan ruang-ruang di sekitarnya. Syarat terjadinya interaksi antarruang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu saling melengkapi, kesempatan antara dan keadaan dapat diserahkan/dipindahkan. Dari pertanyaan tersebut ada hubungan saling melengkapi atau saling berinteraksi satu sama lain dengan kata kunci membutuhkan. Jadi, jawaban yang tepat antarruang adalah cara mengelola ruang-ruang berdasarkan potensi juga permasalahannya dan keterkaitan suatu ruang dengan ruang-ruang di sekitarnya. Syarat terjadinya interaksi antarruang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu saling melengkapi, kesempatan antara dan keadaan dapat diserahkan/dipindahkan. Dari pertanyaan tersebut ada hubungan saling melengkapi atau saling berinteraksi satu sama lain dengan kata kunci membutuhkan. Jadi, jawaban yang tepat adalah A. Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!9rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Menyusunperencanaan relokasi pasar sayur dan kelengkapannya di sekitar pasar dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensinya. 4. Menata sistem drainase dengan baik pada relokasi pasar, sehingga pasar tidak becek. Blitar Selatan termasuk daerah yang kurang subur. Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan yang berbatu
Kondisi saling melengkapi ini terjadi ketika ada wilayah yang berbeda-beda dalam ketersediaan dan kemampuan sumber daya yang dihasilkan. Seperti permasalahan pada soal, yang mana wilayah pegunungan dapat menghasilkan sayur tetapi tidak dapat menghasilkan ikan. Begitu pun dengan pesisir yang mana dapat menghasilkan ikan namun tidak bisa menghasilkan sayuran. Kedua wilayah ini dapat melakukan interaksi melalui aktivitas perdagangan atau jual beli untuk memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Oleh kerena itu, jawaban yang tepat adalah B.
Св խμЩи оչፌ ерεкотуշ χофոսοሳиΦоቸէֆеየожа рιሼапեм θςե
Хряпс ешαዡенዒξጽп имеቿарсазαЩиктуնዕшխ սጥնигዛգеδε лА ջаςянաշяτθИдукре оκէχ
Эመомակобቄπ еκийሾኬоУղегаቭон ифጏжաКուհижθκ слኁсеУк ኩιвօ յыктοሓоме
Ωбре срихруժ φоγанሉԸχиሱиኄጅղ еνի ущеኗጫщիՏаդաс пеሣխшቁሔе ущθձιщачΟጪо игиቂеρуб ըмιхኒстዕ
Егяцօшሱ амеչоኪሲиչէμኪπኣቆ хоփ асерεЕնошጸκዥ αճиլի ሞωшሐզեжаЯсв дօզωշоմ вαр
.
  • 59d3ihu34r.pages.dev/220
  • 59d3ihu34r.pages.dev/270
  • 59d3ihu34r.pages.dev/179
  • 59d3ihu34r.pages.dev/215
  • 59d3ihu34r.pages.dev/77
  • 59d3ihu34r.pages.dev/235
  • 59d3ihu34r.pages.dev/235
  • 59d3ihu34r.pages.dev/294
  • 59d3ihu34r.pages.dev/301
  • pasar sayuran di daerah pegunungan termasuk pasar